DPR meminta Pemerintah Indonesia mewaspadai kasus pelanggaran izin terbang yang dilakukan militer AS di wilayah
udara Indonesia. Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan, Susaningtyas Nefo
Handayani Kertopati, meminta pemerintah tidak memandang remeh aksi militer AS
tersebut. Boleh jadi, pesawat militer AS itu sedang melakukan aktivitas
intelijen di wilayah Indonesia.
Menurutnya, kemungkinan aktivitas intelijen AS di wilayah
Indonesia sangat besar dan patut diwaspadai. Sebab, ini bukan pertama kali
militer AS melanggar zona wilayah Indonesia. "Segala kemungkinan dalam
giat intelijen kita harus diwaspadai. Probabilitasnya pun besar sekali,"
kata wanita yang akrab dipanggil Nuning ini ketika dihubungi Republika.
Dia memandang, terbangnya pesawat militer AS di atas langit
Kota Aceh bukan sebuah kebetulan. Pandangan itu tak terlepas kenyataan bahwa
peralatan militer AS sudah sangat canggih, sehingga kesalahan mengudara nyaris
menjadi sebuah kemustahilan.
Menurutnya, sulit dipercaya jika pilot negara sebesar AS
terbang tanpa tujuan jelas. Apalagi, jarak yang ditempuh terbilang jauh. Karena
itu, dia meminta pemerintah tidak begitu saja percaya dengan alasan pihak AS.
"Kita harus hati-hati dengan giat deception (pengelabuan) siapa pun,"
ujarnya.
Nuning pun mendesak pemerintah meningkatkan aktivitas
intelijen dan infrastruktur TNI. Hal itu untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman
militer dari negara asing. "Intelijen negara dimajukan fungsinya. Kita
harus waspada terhadap ancaman laut, darat, dan udara," katanya.
Nuning berharap, TNI Angkatan Udara segera mencari tahu
motif di balik penerbangan pesawat tersebut. Pun halnya Kementerian Luar
Negeri, dimintanya bersikap tegas dengan berpedoman pada azas politik bebas
aktif. "Langsung tanyakan ke Kedubes AS. Saya yakin, pesawat itu tidak
kebetulan kesasar ke Aceh," kata politikus Partai Hanura tersebut.
Senada dengan Nuning, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq
mengkritik keras pelanggaran zona terbang yang dilakukan pesawat militer AS.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan pemerintah agar
waspada. "Ini betuk pelanggaran," kata Mahfudz.
Mahfudz menyatakan, tidak ada alasan bagi otoritas militer
AS memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Menurutnya, meski pilot pesawat
mengaku memasuki wilayah Indonesia karena alasan darurat, hal itu tetap bentuk
pelanggaran kedaulatan. "Ini bentuk pelanggaran yg dilakukan pihak AS
meski pendaratannya bersifat darurat," ujar Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, militer AS semestinya memiliki persiapan
yang matang ketika hendak melakukan penerbangn jarak jauh. Hal ini agar tidak
terjadi kendala teknis yang sepele. "Rencana penerbangan (mereka) ke
Singapura mestinya sudah dipersiapkan tanpa mengalami kasus kehabisan bahan
bakar," katanya.
Saat ini, pihak TNI Angkatan Udara, ungkap Mahfudz, sedang
mencari berbagai kemungkinan di balik pelanggaran zona wilayah terbang oleh
pesawat militer AS. Biasanya, imbuh Mahfudz, ada standar operasional prosedur
dalam menangani kasus semacam ini. "Klarifikasi dan bahkan investigasi
bisa dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, pesawat militer Amerika Serikat ditahan TNI
Angkatan Udara di Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar, Senin
(20/5). Pesawat jenis Dornier 328 tujuan Singapura mendarat sekitar pukul 15.00
WIB dengan membawa lima awak militer AS. Kelima awak pesawat, yakni Tutle
Colton Timothy (pilot), Priest Chyntia Ellizabeth (kopilot), Faire Loren
Mattjew, Moreno David Antonio, dan Sanchez Gaona Diego.
Pesawat bernomor registrasi US 305 ini tertangkap radar dan
mendarat sekitar pukul 14.00 di Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh untuk mengisi
bahan bakar. Pihak militer AS mengaku kepada TNI Angkatan Udara bahwa mereka
terpaksa mendarat di Aceh.
0 comments:
Post a Comment